Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

Perubahan perlu mengorbankan.

lensasemutireng.blogspot.com _ Merekam di jalanan, melihat perubahan secara perlahan. karena aturan, kebudayaan mulai menepi dari tengah kota.   Sebelum senja tiba aku berjalan tidak tau kemana, tancap gas mengikuti naluri dan roda bergulir. Aku terhenti melihat perubahan jalanan yang lagi dibangun lebih megah demi menghindari kemacetan, di tepian jalan tertutup pembatas hingga para pedagangpun tutup, dan tersisa satu yang tetap yakin berdagang, walau tidak ada yang memperhatikannya. Sebagian mulai terlihat tanda dan kata " tanah ini di jual" . Sudah dilanda pandemi, para pedagang kaki lima di tepi jalan di setiap malam yang sering di sebut PASAR SENGGOL itu kini tinggal cerita. Berpindah tempat di sepertiga batas kota, entah nasip mereka seperti apa. aku melihat laju para pengguna jalan tanpa ada lawan, jalur seperti lorong sepi tiada kehidupan. Terlihat dua manusia bertato tapi berjiwa ramah menyapaku, " DINGGO KORAN MAS?

Bercermin untuk mencari Keyakinan dan Ketekunan

Lensasemutireng.blogspot.com _ aku pernah berbicara dengan seorang biksu yang bijak, ia mengatakan hal tentang kehidupan dari pandangan keyakinannya. Kata Sang Buda " Hidup Di Dunia itu Sulit" karena kita di kasih tanggung jawab, tugas dan peran dalam hidup. Maka selalu ingat dengan sang pencipta Aku berjalan menuju keramaian untuk bercermin, aku berdialog untuk melepas amarah. Lalu aku berjalan menelusuri lorong-lorong dinamika, yang aku temukan adalah keyakinan dan ketekunan. Aku duduk sejenak sambil menikmati sebatang rokok dan segelas teh panas di siang bolong mengamati drama di depanku yang tiada hentinya hingga akhir waktu. Menyapa para pejuang dengan pusaka SUMEH, memulai dialog cinta tanpa ada batas siapa kamu dan siapa aku?. Dialog kami pada akhirnya mencuri para pejuang rupiah lainnya, mereka saling menyapa dan saling mengeluarkan pusaka SUMEH untuk memikat.  Pada akirnya aku kuasai satu lorong itu menjadi drama cinta bersama.

Keluh Sang Bunga Telah terdengar

lensasemutureng.blogspot.com _ Keindahan - keindahan di tepian jalan perkotaan terlihat sejuk karena suburnya tanaman kota, mereka bercengkrama melalui udara dan jaman yang membuat mereka bertahan, berkembang dan berevolusi seiring perjalanan waktu.  Tanaman - tanaman itu tidak berakal, tetapi berjiwa, memiliki kesadaran tumbuh dan di tugaskan oleh sang pencipta untuk menjadi pendamping kehidupan manusia, tapi sepertinya manusia benar-benar tempatnya lupa, kalau mereka juga sumber dari adanya udara dan penyaring racun industri yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Tanaman itu mulai mengeluh kepada sang pencipta, " ya Tuhan, sungguh sesak setiap hari kami menghirup udara yang penuh dengan polusi, adab transportasi dan uap industri menyiksa kami ditambah sodara kami di penjuru dunia sudah di tebang yang katanya untuk perkembangan jaman, kami yang tersisa dan yang tumbuh di tengah kota harus menyaring sampah-sampah mereka tanpa mereka tau, sampaikan pesanku kepadanya&qu

9 potret pekerja industri gong

Lensasemutireng.blogspot.com _ Masa masa ini benar-benar Gila, industri gong tradisional di desa wirun libur setengah Tahun.  Tanggal 12 September 2020 aku dan kawanku berkunjung kesana, kebetulan lagi buat Gong yang ukurannya berdiameter 100cm tentunya di dalam pikiran saya pasti Wow ini.   Tapi kali ini saya tidak bercerita tentang gong ataupun hasil foto proses membuatnya, tetapi sudah 8 tahun ini saya sudah sering berkunjung tapi saya tidak memotret para empu-empunya. Di sela waktu setelah mereka selesai membuat gong, saya mencoba meminta kepada mereka untuk saya foto, memang masih ada 3 orang yang tidak ikut saya foto karena mungkin kurang PD di depan Camera. Dan ini adalah wajah di balik hasil karya industri Gong.

perjalanan menuju Magelang.

Lensasemutireng.blogspot.com _ Di akhir bulan Agustus , saya menghantarkan pesanan ikan hias menuju rumah singgah salah satu dokter yang dinggal di kota Magelang, kota yang di dalam sejarah tanah Jawa , Magelang menyandang pusat atau titik tengahnya pulau Jawa.   Dalam perjalanan menuju Magelang saya berangkat siang hari sekitar jam 1 siang. Untuk menuju tengahnya pulau Jawa, saya dari kota solo mengambil jalur pegunungan, melewati 2 gunung kembar yaitu Merapi dan Merbabu. Dalam perjalan itu setelah saya melewati pasar cempogo tentu saja akan melewati jembatan yang baru saja di renovasi.  pada saat itu saya merasa agak ngantuk, sambil  sholawatan di jalan lama-lama seperti tertidur tapi saya masih sadar kalau saya berkendara, di sebelah kiri jembatan itu saya melihat sebuah sendang ( tempat pemandian ) dan saya melihat beberapa anak kecil sedang bermain dan satu wanita memakai jarik, mungkin juga setengah tua.  Tapi dalam pikiran saya berkata, " Lo kok ada sendang, bukannya dibawa