lensasemutireng.blogspot.com _ Merekam di jalanan, melihat perubahan secara perlahan. karena aturan, kebudayaan mulai menepi dari tengah kota.
Sebelum senja tiba aku berjalan tidak tau kemana, tancap gas mengikuti naluri dan roda bergulir. Aku terhenti melihat perubahan jalanan yang lagi dibangun lebih megah demi menghindari kemacetan, di tepian jalan tertutup pembatas hingga para pedagangpun tutup, dan tersisa satu yang tetap yakin berdagang, walau tidak ada yang memperhatikannya. Sebagian mulai terlihat tanda dan kata " tanah ini di jual" .
Sudah dilanda pandemi, para pedagang kaki lima di tepi jalan di setiap malam yang sering di sebut PASAR SENGGOL itu kini tinggal cerita. Berpindah tempat di sepertiga batas kota, entah nasip mereka seperti apa.
aku melihat laju para pengguna jalan tanpa ada lawan, jalur seperti lorong sepi tiada kehidupan.
Terlihat dua manusia bertato tapi berjiwa ramah menyapaku, " DINGGO KORAN MAS?" akupun jawab dengan senyuman dan berkata, " BUKAN, AKU HANYA PENIKMAT SENI FOTO ".
Dialog pun dimulai, mereka bercerita tentang nasip WONG CILIK, yang mau tidak mau memang harus mengalah, jika berlanjut hukum Negara mereka tetap kalah.
Memang benar, perubahan selalu mengorbankan. Kekayaan atau kemakmuran siapa?
Tatakota yang indah, bersih dan rapi menjadi slogan kota ini.
Maka aku nikmati perjalan ini dengan camera multifungsi ku untuk merekam perubahan jaman dan peradaban.
Solo, 28 September 2020